Posted by : Bank Makalah Kamis, 08 Mei 2014


METODOLOGI PEMAHAMAN ISLAM DI INDONESIA

A.    Pengertian metodologi
Metodologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu metodos berarti cara atau jalan dan logos yang berarti ilmu. Dari kedua suku kata itu, metodologi berarti ilmu tentang jalan atau cara. Untuk memudahkan pemahaman tentang metodologi, terlebih dahulu akan dijelaskan pengertian metode. Dalam KBBI disebutkan bahwa metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.
Dari definisi diatas dapat dikatakan bahwa metode adalah urutan kerja yang sistematis, terencana, dan merupakan hasil eksperimen ilmiah guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Mukti Ali Metodologi adalah masalah yang sangat pentig dalam sejarah pertumbuhan ilmu.
Lalu, yang dimaksud metodologi sendiri berarti ilmu tentang cara-cara untuk sampai pada tujuan. Menurut Hasan Langgulung, metodologi adalah cara-cara yang digunakan manusia untuk mencapai pengetahuan tentang realita atau kebenaran. Metodologi disebut pula sebagai science of methods yaitu ilmu yang membicarakan cara, jalan, atau petunjuk praktis dalam penelitian, sehingga metodologi membahas konsep teoritik berbagai metode. Dalam metodologi dibicarakan tentang cara kerja ilmu pengetahuan. Bila dalam metode tidak ada perdebatan, refleksi, dan kajian atas cara kerja ilmu pengetahuan, sebaliknya dalam metodologi terbuka luas untuk mengkaji, mendebat, dan merefleksi cara kerja suatu ilmu.

B.     Kegunaan metodologi
Sejak kedatangan Islam pada abad ke-13M hingga saat ini, fenomena pemahaman keislaman umat islam indonesia masih di tandai oleh keadaan pemahaman Islam yang sangat variatif. Kita tidak tahu persis apakah kondisi demikian itu merupakan sesuatu yang alami yang harus diterima sebagai suatu  kenyataan atau diambil hikmahnya, sedangkan Islam merupakan agama yang untuk memahaminya secara utuh, harus dilihat dari berbagai dimensi. Di Indonesia yang terdiri dari berbagai kebudayan dan berbagai kepentingan, Islam dipahami sesuai dengan kepentingan masing-masing pihak. Sehingga terkesan bahwa pemahaman Islam yang terjadi di masyarakat masih bercorak parsial, belum utuh dan belum pula komprehensif. Dan sekalipun dijumpai adanya pemahaman Islam yang utuh dan komprehensif, namun hal itu belum tersosialisasikan secara merata ke seluruh masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan metodologi yang di dalamnya dibahas mengenai berbagai macam metode yang bisa digunakan dalam studi Islam.
Agar studi Islam dapat tersusun secara sistematik dan disampaikan menurut prinsip, pendekatan dan metode yang baik dan untuk membuat Islam lebih responsive dan fungsional dalam memandu perjalanan umat serta menjawab berbagai masalah yang dihadapi saat ini, diperlukan metode yang dapat menghasilkan pemahaman Islam yang utuh dan komprehensif. Dalam hal ini, Mukti Ali pernah mengatakan bahwa metodologi adalah masalah yang sangat penting dalam pertumbuhan ilmu.
Ibarat akan pergi ke Jakarta dan berangkat dari Yogyakarta, maka metodologi merupakan kajian atas cara-cara yang bisa digunakan seperti naik sepeda motor, bus, kereta, ataupun pesawat terbang. Bila dihubungkan dengan studi Islam, metodologi merupakan kajian tentang metode-metode yang dapat digunakan untuk melaksanakan studi Islam.
Penguasaan terhadap metode sangatlah penting artinya dalam studi Islam. Kita dapat belajar banyak dari pengalaman keberhasilan penguasaan metode dan metodologi. Misalnya pada abad ke 4 dan ke 5 SM, banyak pemikir jenius yang tidak bisa dibandingkan dengan orang-orang jenius abad 14, 15, dan 16 M. Aristoteles (384-322 SM), kata Mukti Ali, jauh lebih jenius dari Roger Bacon (214-294). Apa yang menyebabkan Bacon menjadi faktor dalam kemajuan sains, sekalipun tingkat kejeniusannya di bawah Aristoteles dan Plato? Sebabnya karena Bacon menemukan metode berfikir yang benar, yang dengan metode itu sekalipun kejeniusannya biasa saja ia dapat menemukan kebenaran sebagai pemikir jenius yang besar. Apabila tidak mengetahui metode yang benar dalam melihat sesuatu dan memikirkan masalah-masalahnya, maka mereka tidak dapat memanfaatkan kejeniusannya.
Dengan demikian, pemahaman mengenai metode yang tepat akan membawa studi Islam menjadi lebih memadai dan lebih dapat menghasilkan yang lebih baik. Sehingga, penguasaan terhadap metodologi harus ditekankan tanpa melupakan aspek penguasaan materi.
Sebagai contoh lain misalnya melihat adanya sejumlah orang yang pengetahuannya tentang keislaman cukup luas dan mendalam, namun tidak terkoordinasi dan tidak tersusun secara sistematik dan tidak terorganisasikan secara baik mereka biasanya datang dari para ulama yang belajar ilmu keislaman secara otodidak atau kepada berbagai guru yang antara satu dan lainnya tidak pernah saling bertemu dan tidak pula berada dalam satu acuan yang sama semacam kurikulum, akibat dari keadaan demikian, maka yang bersangkutan tidak dapat melihat hubungan yang terdapat dalam berbagai pengetahuan Islam yang di pelajarinya itu dan kerenanya mereka tidak dapat ditugaskan mengajar di perguruan tinggi misalnya, lantaran pengajaran keislaman di perguruan tinggi biasanya menuntut keteraturan dan pengorganisasian sebagaimana diatur dalam kurikulum dan silabus. Dari contoh tersebut tentang pemahaman Islam tersebut kita dapat memperoleh kesan bahwa hingga saat ini pemahaman Islam yang terjadi di masyarakat masih bercorak parsial, belum utuh dan belum komprehensif, dan sekalipun kita menjumpai pemahaman yang tersebut namun semuanya itu belum tersosialsasikan secara merata ke seluruh masyarakat Islam di Indonesia.
Oleh karena itu, metode memiliki peranan sangat pening dalam kemajuan dan kemunduran.Demikian pentingnya metodologi ini, Mukti Ali mengatakan bahwa menentukan dan membawa stagnasi dan masa kebodohan atau kemajuan bukanlah karena ada atau tidak adanya orang yang jenius, melainkan karena metode penilitian dan cara melihat sesuatu. Selain itu penguasaan metode yang tepat dapat menyebabkan seseorang mengembangkan ilmu yang dimilikinya, dan sebaliknya mereka yang tidak menguasai metode hanya akan menjadi konsumen ilmu dan bukan menjadi produsen.
C.    Metode Memahami Islam
Studi Islam tidak dapat dilakukan apabila Islam tidak dipahami secara menyeluruh. Menurut Nasruddin Razaq dalam Ali Anwar Yusuf, memahami Islam secara menyeluruh sangat penting walaupun tidak mendetail. Untuk itu, diperlukan pedoman-pedoman yang dapat dijadikan sandaran, patokan atau petunjuk dalam memahami Islam secara baik dan benar. Pedoman-pedoman tersebut mencakup :
Pertama, Islam harus dipelajari dari sumbernya yang asli, yaitu Alquran dan Sunnah Rasul, kemudian dihubungkan dengan kenyataan historis, empiris, dan sosiologis yang ada di masyarakat. Kekeliruan dalam memahami Islam dapat terjadi karena orang hanya mengenalnya dari sebagian ulama dan pemeluknya yang telah jauh dari bimbingan Al-quran dan As-Sunnah, atau melalui pengenalan dari kitab-kitab fiqih dan tasawuf. mempelajari Islam dengan cara demikian akan menjadikan orang tersebut sebagai pemeluk Islam yang sinkretisme yang telah tercampuri oleh hal-hal yang tidak Islami.
Kedua, Islam harus dipelajari secara integral, tidak secara parsial atau terpisah-pisah. Artinya Islam dipelajari secara menyeluruh sebagai satu kesatuan yang utuh tidak secara sebagian saja. Sebab dengan memahami secara parsial akan menimbulkan skeptis, bimbang dan penuh keraguan.
Ketiga, Islam perlu dipelajari dari kepustakaan atau literatur yang ditulis oleh para ulama besar atau para sarjana yang benar-benar memiliki pemahaman Islam yang baik. Berkaitan dengan yang ketiga ini, timbul permasalahan dalam literatur yang ditulis oleh kaum orientalis. Karena bagi mereka, Islam hanya sekedar dipahami yang kemudian dicari-cari kelemahannya. Berkenaan dengan hal tersebut, seseorang yang mempelajari Islam hendaklah bersikap kritis, selektif, dan penuh kehati-hatian serta telah kuat dalam memahami dan menjalankan dasar-dasar keislamannya.
Keempat, kesalahan sementara orang mempelajari Islam adalah dengan jalan mempelajari kenyataan umat Islam sendiri, bukan agamanya. Sikap konservatif sebagian golongan Islam, keawaman, kebodohan, dan keterbelakangan itulah yang dinilai sebagai Islam. Padahal yang sebenarnya tidak demikian, Islam mengajarkan kesatuan dan persatuan, kebersamaan, saling menolong, dan saling mengasihi.
Selanjutnya, Abuddin Nata menyatakan, dalam buku berjudul Tentang Sosiologi Islam karya Ali Syari’ati dijumpai uraian singkat mengenai metode memahami yang pada intinya Islam harus dilihat dari berbagai dimensi.
 Apabila Islam ditinjau dari satu sudut pandang saja, maka yang akan terlihat hanya satu dimensi saja dari gejalanya yang sebenarnya bersegi banyak. Sehingga mengakibatkan kesulitan dalam pemahaman secara keseluruhan. Buktinya ialah Al-quran. Kitab ini memiliki banyak dimensi. Satu dimensi misalnya, mengandung aspek-aspek linguistik dan sastra. Dimensi lain terdiri atas tema-tema filosofis dan keimanan. Al-quran mengajak kita memahami Islam secara komprehensif.
Berbagai aspek yang ada dalam Al-quran jika dipahami secara keseluruhan akan menghasilkan pemahaman Islam yang menyeluruh.
Ali Syari’ati lebih lanjut menyatakan, ada berbagai cara dalam memahami Islam melalui metode perbandingan, yaitu :
1.      Mengenal Allah dan membandingkan-Nya dengan sesembahan agama-agama lain.
2.      Mempelajari kitab Alquran dan membandingkannya dengan kitab-kitab ajaran agama lainnya.
3.      Mempelajari kepribadian Rasulullah dan membandingkannya dengan tokoh-tokoh besar pembaruan yang pernah hidup dalam sejarah.
4.      Mempelajari tokoh-tokoh Islam terkemuka dan membandingkannya dengan tokoh-tokoh utama agama maupun aliran-aliran lain.
Menurut Mukti Ali, terdapat metode lain dalam memahami Islam yaitu metode tipologi. Metode ini oleh banyak ahli sosiologi dianggap objektif, berisi klasifikasi topik dan tema yang mempunyai tipe yang sama. Terdapat lima aspek atau ciri dari agama Islam, yaitu 1) aspek ketuhanan, 2) aspek kenabian, 3) aspek kitab suci, 4) aspek keadaan sewaktu munculnya nabi dan orang-orang yang didakwahinya serta individu-individu terpilih yang dihasilkan oleh agama itu.
Dari uraian-uraian di atas, secara garis besar ada dua macam metode untuk memahami Islam. Pertama, metode komparasi, yaitu suatu cara memahami agama dengan membandingkan seluruh aspek yang ada dalam agama Islam tersebut dengan agama lainnya, dengan cara demikian akan dihasilkan pemahaman Islam yang objektif dan utuh. Kedua, metode sintesis, yaitu suatu cara memahami Islam yang memadukan antara metode ilmiah dengan segala cirinya yang rasional, objektif, kritis, dengan metode teologis normatif. Metode ilmiah digunakan untuk memahami Islam yang tampak dalam kenyataan historis, empiris, dan sosiologis, sedangkan metode teologis normatif digunakan untuk memahami Islam yang terkandung dalam kitab suci. Melalui metode teologis normatif ini seseorang memulainya dengan memahami Islam sebagai agama yang mutlak benar. Setelah itu dilanjutkan dengan melihat agama sebagaimana norma ajaran yang berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan manusia yang secara keseluruhan diyakini amat ideal. Melalui metode teologis normatif yang tergolong tua usianya ini dapat dihasilkan keyakinan dan kecintaan yang kuat, kokoh, dan militant pada Islam, sedangkan dengan metode ilmiah yang tergolong muda usianya ini dapat dihasilkan kemampuan menerapkan Islam yang diyakini dan dicintainya itu dalam kenyataan hidup serta memberi jawaban terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi manusia.
Sedangkan menurut Ali Anwar Yusuf dalam bukunya Studi Agama Islam, terdapat tiga metode dalam memahami agama Islam , yaitu:
1. Metode Filosofis
Filsafat adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang membahas segala sesuatu dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan sedalam-dalamnya sejauh jangkauan kemampuan akal manusia, kemudian berusaha untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang universal dengan meneliti akar permasalahannya. Memahami Islam melalui pendekatan filosofis ini, seseorang tidak akan terjebak pada pengalaman agama yang bersifat formalistik, yakni mengamalkan agama dengan tidak memiliki makna apa-apa atau kosong tanpa arti. Namun bukan pula menafikan atau menyepelekan bentuk ibadah formal, tetapi ketika dia melaksanakan ibadah formal disertai dengan penjiwaan dan penghayatan terhadap maksud dan tujuan melaksanakan ibadah tersebut.
2. Metode Historis
Metode historis ini sangat diperlukan untuk memahami Islam, karena Islam itu sendiri turun dalam situasi yang konkret bahkan sangat berhubungan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Melalui metode sejarah, seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya dan hubungannya dengan terjadinya suatu peristiwa.
3. Metode Teologi
Metode teologi dalam memahami Islam dapat diartikan sebagai upaya memahami Islam dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari satu keyakinan. Bentuk metode ini selanjutnya berkaitan dengan pendekatan normatif, yaitu suatu pendekatan yang memandang Islam dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari Allah yang di dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia.










 

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Welcome to My Blog

Total Tayangan Halaman

Popular Post

- Copyright © Dunia Makalah -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -